virgo_active

Ads 468x60px

Jumat, 02 Agustus 2013

MANFAAT ILMU DALAM KEHIDUPAN


oleh: Muhadisin,SPd

1. Pendahuluan

Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan berkembangnya kebudayaan manusia yang berlangsung secara bertahap dan evolutif. Oleh karena untuk memahami strategi perkembangan ilmu, maka kita  perlu mengetahui  secara global sejarah perkembangan ilmu. Karena melalui sejarah perkembangan ilmu, kita dapat memahami makna kehadiran ilmu bagi umat manusia. Comte menunjukan tiga stadia perkembangan kebudayaan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya, sebagai berikut : Tahap yang pertama adalah theologis yang menampakan dominasi kekuatan adikodrati atas diri manusia, sehingga peran subjek tenggelam dalam kekuatan alam atau Tuhan. Tahap kedua adalah metafisik yang menampakan langkah kemajuan dalam diri manusia sebagai subjek. 

Pada tahap ini manusia sudah mempersoalkan tentang keberadaan dirinya, namun belum mampu merealisasikan kekuatan dirinya secara maksimal bagi keperluan-keperluan yang lebih kongkrit. Tahap ketiga adalah positivistik yang memperlihatkan suatu sikap ilmiah yang paling jelas dengan segala ukuran yang jelas dan pasti, sehingga bisa dipertanggungjawabkan keaslianya. Senada dengan Comte, Van Paursen menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan budaya termasuk ilmu pengetahuan, yaitu : tahap pertama adalah mitis yang memperlihatkan penguasaan objek (kekuatan alam) atas diri manusia (subjek). Tahap kedua adalah tahap ontologis yang memperlihatkan kemampuan manusia mengambil jarak terhadap alam, namun belum memfungsikan secara maksimal. Tahap ketiga adalah fungsional dimana manusia sudah mampu memfungsikan alam bagi kepentingan dirinya.

Menurut Gaston Bachelard yang dikutip Rizal Mustansyir dan Misnal Munir menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar. Atau dengan kata lain, ilmu pengetahuan mengandung dua aspek, yaitu subjektif dan objektif, sekaligus memerlukan kesamaan di antara keduanya. Oleh karena itu sesungguhnya manusia tidak mungkin mengubah hukum-hukum pemikiran dengan mengubah hukum-hukum alam semesta. Adanya dua aspek tersebut (subjektif dan objektif) melahirkan dua pandangan yang berbeda, yaitu rasionalisme yang memandang bahwa hukum alam itu direfleksikan ke dalam hukum pemikiran, lebih memihak pada sikap subjektif. Pandangan yang kedua adalah realisme universal, yang memandang hukum-hukum pemikiran secara mutlak mencontoh hukum-hukum pemikiran (Rizal Mustamir, Misnal Munir, 2007: 140).

Menurut Daoed Joesoef bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu  pengetahuan sebagai produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah ini terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji dan dibantah oleh seseorang. Ilmu pengetahuan sebagai proses adalah kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang sering dipakai dalam proses ini adalah rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan data yang diamati. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat adalah dunia pergaulan yang tindak-tnduknya, perilaku dan sikap serta perkataannya diatur oleh ketentuan (imperative) yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterstedness) dan skeptisisme yang diatur.

Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu : (1). ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren, (2). ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitanya dengan tanggung jawab ilmuwan, (3). universalitas ilmu pengetahuan, (4). objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak distorsi oleh prasangka-prasangak subjektif, (5) ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti yang bersangkutan, karena ilmu pengetahun harus dapat dikomunikasikan, (6). progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh apabila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi, (7) kritis, artinya tidak ada teori ilmiah yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru,(8). ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dan praktis.

2. Manfaat Ilmu dalam Kehidupan

Jujun Suriasumantri dalam Sri Soeprapto, 2003: 90,  mengatakan bahwa pengetahuan termasuk dalam hal itu ilmu, seni atau pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga landasan pengembang, yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis. Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Aksiologis membahas tentang manfaat pengetahuan yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang diperolehnya.

Manfaat ilmu bagi manusia tidak terhitung jumlahnya. Sejak Nabi Adam hingga sekarang, dari waktu ke waktu ilmu telah mengubah manusia dan peradabannya. Kehidupan manusia pun menjadi lebih dinamis dan berwarna. Dengan ilmu, manusia senantiasa: (1). mencari tahu dan menelaah bagaimana cara hidup yang lebih baik dari sebelumnya, (2).  menemukan sesuatu untuk menjawab setiap keingintahuannya, (3). menggunakan penemuan-penemuan untuk membantu dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Manusia pun menjadi lebih aktif mengfungsikan akal untuk senantiasa mengembangkan ilmu yang diperoleh dan yang dipelajarinya. Selain itu berkat ilmu, manusia: (1). menjadi tahu sesuatu dari yang sebelumnya tidak tahu, (2). dapat melakukan banyak hal di berbagai aspek kehidupan, (3). menjalani kehidupan dengan nyaman dan aman.

3. Manfaat Pengetahuan Lain dalam Kehidupan

Menurut Comte, ilmu diklasifikasikan menjadi bebarapa golongan, yaitu: ilmu pasti (matematika), ilmu perbintangan (astronomi), ilmu alam (fisika), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (fisiologi atau biologi) dan ilmu sosial (sosiologi). Dari penggolongan Comte sekarang sudah terpecah-pecah lagi menjadi lebih spesifik lagi, karena disesuaikan dengan subjek yang dipelajari dalam ilmu tersebut. Masing-masing dari ilmu tersebut mempunyai manfaat sendiri-sendiri bagi kehidupan manusia, yang dijelaskan sebagai berikut:
    Manfaat ilmu Kimia
        Dapat mengubah bahan alam menjadi sesuatu/produk/barang yang berguna untuk memenuhi dan membantu kehidupan manusia. Misalnya: sabun, mobil, pakaian, tumbuhan, enzim dan lain-lain.
        Manusia jadi mengetahui dan memahami kebutuhannya.
        Manusia lebih memahami tentang alam sekitar dan proses yang terjadi di dalamnya.
        Manusia memahami gejala alam yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari.
        Manusia memahami proses yang berlangsung di dalam tubuhnya.
        Manfaat ilmu Kedokteran
        Manusia dapat mengobati penyakit yang dideritanya.
        Manusia dapat memelihara dan menjaga kesehatannya.
        Manusia dapat menganalisis gejala penyakit yang menyerangnya.
            Manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya baik secara fisik maupun mental.
            Manfaat ilmu Astronomi
                Manusia jadi mengetahui pergerakan, penyebaran, dan karakteristik benda-benda langit.
                Manusia dapat menentukan awal bulan Puasa dan hari Lebaran.
                    Manusia dapat menentukan waktu dengan berpatokan pada matahari atau bulan.
                    Membantu manusia untuk menentukan arah mata angin.
                    Manusia mengetahui terjadinya siang dan malam.
                    Petunjuk fenomena alam (kejadian-kejadian alam) di bumi.
                    Manfaat ilmu Sosiologi
                        Dalam bidang pembangunan, sosiologi bermanfaat untuk memberikan data-data sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun proses evaluasi pembangunan.
                        Manusia dapat mengetahui cara berinteraksi dengan yang lainnya, baik dalam kolompok kecil maupun kelompok besar.
                        Manusia mengetahui tentang pranata-pranata sosial sehingga memudahkannya untuk hidup dalam suatu kelompok tertentu.
                        Manfaat ilmu Geografi
                            Manusia mengetahui tentang perubahan iklim. Pengetahuan ini membantu manusia dalam bercocok tanam, bepergian, dan memelihara kesehatan.
                            Manusia megetahui tentang lapisan-lapisan atmosfer dan dampaknya bagi kehidupan dan aktivitas sehari-hari manusia.
                            Manusia mengetahui lapisan-lapisan bumi dan struktur bumi, laut dan isinya, sungai-sungai, dan lain-lain. Dengan itu, manusia dapat bercocok tanam, berlayar, mencari sumber makanan dan sumber energi di laut.
                            Manfaat ilmu Arsitektur
                                Manusia dapat membangun tempat tinggalnya (rumah) menjadi lebih indah, aman, dan nyaman sesuai dengan kondisi alam sekitarnya, serta membuat fungsi-fungsi ruang yang optimal.
                                Manfaat ilmu Sejarah
                                    Manusia mengetahui kehidupan di masa lampau. Manusia dapat belajar dari pengalaman-pengalaman, barang-barang yang dihasilkan, dan cara hidup mereka.
                                    Manfaat ilmu Fisika
                                    Manusia dapat memanfaatkan energi yang ada di alam semesta.
                                        Di bidang fotografi, manusia dapat memotret berbagai kehidupan dengan kamera.
                                        Manusia dapat menghitung energi yang dikeluarkan dan yang masuk dalam berbagai aktivitas.
                                        Manfaat ilmu Matematika
                                        Digunakan dalam bidang sains dan teknik.
                                        Untuk penelitian masalah tingkah laku manusia.
                                        Membantu manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian.
                                        Ilmu matematikan juga digunakan dalam bidang komputer.
                                        Membantu manusia berpikir secara matematis dan logis.
                                        Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.
                                        Dengan himpunan, manusia dapat berkelompok dan bersosialisi

Kita akui bersama bahwa manfaat ilmu bagi manusia tidak terhitung jumlahnya, sejak dahulu hingga sekarang, dari waktu ke waktu ilmu telah mengubah manusia dan peradabannya. Kehidupan manusia pun menjadi lebih dinamis dan berwarna.

4. Asas-asas Pemanfaatan Ilmu

Dalam tingkatan aksiologi ilmu pengetahuan, menurut Bertrand Russel, tahap ini disebut juga tahap manipulasi. Dalam tahap ini, ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman (ontologi dan epistemologi), melainkan juga untuk memanipulasi faktor-faktor yang terkait dengan alam untuk mengontrol dan mengarahkan proses-proses alam yang terjadi. Konsep ilmiah tentang gejala alam sifatnya abstrak menjelma bentuk jadi kongkret berupa teknologi (Jujun S. Suriasumantri 1994).

Teknologi yang dapat diartikan sebagai penerapan konsep-konsep ilmiah untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis, dalam perjalanan dan pencapaian-pencapaiannya, justru menimbulkan masalah lain. Eksesnya yang dapat disebutkan misalnya dehumanisasi, degradasi eksistensi kemanusiaan, dan pengrusakan lingkungan hidup. Sejarah kehidupan manusia memang telah mencatatkan bahwa Perang Dunia I dan II merupakan ajang pemanfaatan hasil temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaannya secara destruktif ini menimbulkan kontroversi. Pada satu sisi hal itu menimbulkan efek kehancuran pada manusia dan alam, sementara pada sisi lainnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian banyak dimanfaatkan dalam peperangan dan kehancuran alam adalah bagian dari rangkain perjalan ilmu untuk mengungkap hakikat gejala alam dan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering melupakan faktor-faktor manusia. Misalnya, manusia mesti menyesuaikan diri terhadap teknologi-teknologi baru (Jaques Ellul 1964). Akhirnya, eksistensi manusia terpinggirkan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jujun S. Suriasumantri 1984).

Posisi manusia dalam ilmu pengetahuan sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (Jalaluddin Rakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).

Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka nafsu angkara murka yang mengendalikan tindakan manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan sehingga amatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya.

Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembahasan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya.

Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani, bernaung di bawah filsafat moral (Herman Soewardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban, dengan argumen bahwa kalau sesuatu itu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa asas dari pemanfaatan ilmu adalah nilai (value), menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Dengan nilai diharapkan efek ilmu yang destruktif dapat dinetralisir, karea manusia pengguna ilmu bisa berpikir logis tanpa tendensi pribadi/sesaat .

5. Kasus-kasus Penyalahgunaan Ilmu

Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan alam. Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia jika pemanfaatanya tidak menggunakan etika pemanfaatan ilmu. Jika kita menyelami hal tersebut, maka masalahnya terletak pada hakikat ilmu itu sendiri. Sebenarnaya ilmu bersifat netral, tidak mengenal sifat baik dan buruk, manusianyalah yang menjadi penentu. Dengan kata lain netralitas hanya terletak pada dasar epistemologisnya saja. Sedangkan ontologis dan aksiologisnya, tergantung dari manusianya.

Pemanfatan ilmu pengetahuan harus sesuai etikan pemanfatan ilmu pengetahuan, karena apabila tidak menggunakan etika maka akan terjadi bencana-bencana yang diakibatkan ilmu pengetahuan tersebut. Bencana-bencana yang ditimbulkan oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology) antara lain kerusakan ekologi. Banyak yang dapat disebutkan tentang kehancuran ekologi: kontaminasi air, udara, tanah, dampak rumah kaca, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, pengrusakan hutan, akumulasi limba-limba toksik, penipisan laporan ozon pada atmosfir bumi, kerusakan ekosistem lingkungan hidup, dan lain-lain. Lebih-lebih lagi, musuh kemanusiaan, yaitu perang. Perang Dunia I dan II yang meluluhlantakkan Eropa dan sejumlah kawasan di Asia dan Pasifik menggoreskan luka kemanusiaan. Berapa korban manusia berguguran akibat bom atom yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki, Jepang. Atau kawasan Asia Tengah, yaitu Afganistan yang menjadi ajang ujicoba penemuan mutakhir teknologi perang buatan Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang Rusia).

Pada akhirnya ilmuan memang tiba pada opsi-opsi: apakah ilmu pengetahuan dan teknologi netral dari segala nilai atau justru batas petualangan dan prospek pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh mengingkari suatu nilai, seperti nilai moral, religius, dan ideologi. Ilmu pengetahuan sudah sangat jauh tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri, sementara teknologi atau ilmu pengetahuan terapan lain terus bergulir mengikuti logika dan perspektifnya sendiri-sendiri, dalam hal ini tak ada nilai-nilai lain yang diizinkan memberikan kontribusi. Kecemasan tertinggi di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi ketika ilmu kedokteran berhasil menyelesaikan proyek eksperimennya mengembangkan janin dengan metode yang disebut “bayi tabung”.

Lalu kemudian ternyata masih ada yang lebih mutakhir dari pada “bayi tabung” itu, yakni suksesnya para ilmuan merampungkan eksperimen kloningnya. Yang terakhir ini mengubah hakikat manusia secara dramatis; ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh manusia mampu menciptakan manusia juga. Bahkan, ilmu pengetahuan yang diproyeksi untuk membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya, justru berkembang dimana ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri mengkreasikan tujuan-tujuan hidup itu sendiri.

Pertentangan Aksiologis: Ilmuan dan Humanis

Kalangan humanis kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan etis yang penting. Antara lain pertanyaan itu adalah: untuk apa sebenarnya ilmu harus dipergunakan? Dimanakah batas ilmu harusnya berkembang? Namun pertanyaan ini tidak urgen bagi ilmuan dan tidak merupakan tanggung jawab bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penelaahan tujuan ilmu pengetahuan itu dikembangkan dan diterapkan, untuk tulisan ini, cukup penting. Karena ide dasar penerapan hasil-hasil ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan manusia. Seperti disebutkan sebelumnya, ekspektasi besar manusia pada ilmu pengetahuan bahwa itu dapat membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Namun yang terjadi kemudian adalah absuditas (paradoks): bahwa ilmu pengetahuan justru membiaskan kehancuran dan malapetaka bagi alam dan manusia (kehancuran itu telah disebutkan pada pragraf sebelumnya).

Adakah ini berarti bahwa gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebaiknya cukup sampai di sini? Atau boleh dilanjutkan tetapi menurut konsideran dari otoritas-otoritas tertentu (bukan otoritas administratif dan institusi keagamaan atau ideologi)? Akan tetapi, bila ruang gerak prospek ilmu pengetahuan dan teknologi ini dipagari, berarti kita telah melangkah mundur hingga pada jamannya Galileo atau Socrates.  Konsekuensinya, kemandirian ilmu pengetahuan untuk berkembang terkebiri, sementara problem yang muncul sesungguhnya tidak bersumber pada pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi itu.

Untuk sementara, dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis terbentuknya pengetahuan perlu diungkit kembali untuk mempetakan persoalan yang ditimbulkan oleh pencapaian-pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut dasar-dasar ini, suatu pengetahuan merupakan hasil kontemplasi yang menguak hakikat realitas alam dan manusia sebagai suatu obyek empiris (tahap ontologis). Ketika realitas yang berbentuk obyek itu berusaha dipahami dan dimengerti (diketahui), maka itulah tahap epistemologis. Intervensi kepentingan manusia dan nilai-nilai etika, moral, dan agama tidak ditemukan dalam tahap ini dan memang tidak relevan ditempatkan dalam proses itu. Ketika ada pertanyaan tentang manfaat pengetahuan itu bagi kehidupan manusia, berarti yang dimaksudkan adalah tahap aksiologis dari pengetahuan itu. Dalam tahap ini, persitwa alam dan manusia tidak lagi bergerak secara orisinal menurut kecenderungan alamiahnya, tetapi sudah merupakan proses yang artikulatif dan manipulatif. Dalam artian bahwa, kepentingan manusia sudah dapat berinfiltrasi ke dalam penerapan pengetahuan itu.

Tahap aksiologis inilah dari sejumlah rangkaian kegiatan keilmuan suatu pengetahuan yang kerap menimbulkan kontroversi dan paradoks. Hal ini dimungkinkan karena adanya kemampuan manusia melakukan artikulasi dan manipulasi terhadap kejadian-kejadian alam untuk kepentingannya. Kepentingan manusia sangat ditentukan oleh motif dan kesadaran yang pada manusia itu sendiri. Jadi, fokus persoalan ilmu pengetahuan pada tingkat aksiologis ini ada pada manusia. Oleh karena itu, maka tinjauan kita tentang manusia akan sangat membantu memahami dan menyusun pengertian tentang bagaimana sebaiknya ilmu pengatahuan dan teknologi diteruskan pengembangannya dalam tataran aksiologi. Sekaligus pula diperperterang kembali bahwa pertentangan antara kalangan humanis dan ilmuan pada abad ini adalah berkisar pada tingkatan aksiologis itu. Berbeda pada zamam Copernicus atau Galileo, di mana ilmuan bertentangan dan saling mempertahankan keyakinan dengan kalangan gerja pada tataran ontologis. Oleh karena itu, tuntutan kemanusiaan pada wilayah aksiologi ilmu pengetahuan dan teknologi ini mendapat permakluman secara luas.

6. Penutup

Perkembangan  ilmu pengetahuan memberi dampak bagi kehidupan, baik itu dampak yang konstruktif ataupun yang destruktif, kita harus mengakui apabila kedua sisi tersebut dibandingkan maka sisi konstruktifnyalah yang lebih besar. Perkembangan ilmu pengetahuan yang membawa kemajuan peradaban umat manusia ini adalah hasil jerih payah ilmuwan-ilmuwan, pemikir-pemikir dan akademisi-akademisi yang telah rela mengerbankan segalanya demi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebenarnya bersifat netral, kerusakan yang terjadi di bumi bukan diakibatkan oleh hakikat ilmu, tetapi manusialah sebagai pemanfaat ilmu memegang peranan essensial. Kenetralan ilmu dapat terjaga apabila manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan tetap berpedoman pada nilai dan etika yang menjadi ketentuan mutlak. Nilai dan etika  akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Daftar Pustaka

Amien, A. Mappadjantji, 2005, Kemandirian Lokal konsepsi Pembangunan Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sain Baru, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

http://www.anneahira.com/ilmu/manfaat-ilmu.htm

http://tumoutou.net/702_04212/feti_fatimah.htm

Jerome R. Ravertz, 2007, Filsafat Ilmu (sejarah dan ruang lingkup bahasan), Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Mustamir, Rizal. Munir, Misnal, 2007, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1996, Filsafat Ilmu, Liberty Yogyakarta : Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar